
[color:9211=
#
# Setelah perpisahan
(Oleh : Mia) Mereka tertawa melihat di ujung cafe dua remaja sedang menikmati ice cream sambil suap-suapan...
“ Cinta mereka masih manis , sama seperti ice cremmya.”
Aini tersenyum mendengar kalimat Firjon. Kedua remaja itu mengingatkan dirinya dan Firjon beberapa tahun lalu. Cintanya begitu manis. Tak berfikir macam-macam yang penting happy. Seakan dunia milik mereka. Namun ketika mereka harus mengatakan berpisah. Dan perpisahan menjadi jalah terbaik. Tak ada tangis. Namun ada yang hilang. Dia tidak tahu apa itu.
Kok melamun. ? Mau kusuapin , seperti mereka? Goda Firjon sambil bergerak hendak menyuapi Aini .
“Kamu ini, apaan si??”
“Siapa tahu ingin memulai lagi?”
“ Kapan kamu kembali ?” Tanya Aini mengalihkan pembicaraan dan pandangan dari dua remaja yang sempat menjadi fokus mereka.
“Besok.”
“Sory, aku ga bisa mengantarmu. Sebenarnya aku ingin sekali. tapi besok aku harus mengantar ibu kontrol ke Poli.”
“Ga apa apa, Ain. Kau sebenarnya ga perlu memberi alasan. Its OK!”
“ Entah mengapa setiap kau akan kembali mesti bareng dengan hal yang tak bisa kutinggal”
“ No problem! Masih banyak waktu. Oh ya ibu sakit apa?”
“ Gula darahnya tinggi. Sempat drop! Jadi sejak itu ibu harus selalu kontrol ke dokter. Tapi ibu milihnya pake BJPS, katanya lebih murah. Tapi gitu lamaaa...antrinya .”
“Tapi Kondisi ibu gimana?”
“Sudah baik, ibu kan jago jaga pola makan”
“Syukurlah kalo gitu. Trus Bapak sehat kan? “
“ Bapak sehat, tapi rokoknya itu, ga mau berhenti. Tingkah orang tua biasanya kembali seperti anak-anak.“
Firjon tertawa, memandang Aini. Biasanya Aini akan bergairah bercerita tentang keluarganya. Terutama Bapaknya yang menjadi motivator baginya. Aini tinggal di desa yang cukup terpencil. Bagi masyarakat di sekitarnya menjafi PNS suatu prestise. Dan Aini benar menginginkan jadi PNS tidak hanya untuk dirinya sendiri tapi untuk keluarganya. Bahkan untuk masyarakat, yang beranggapan bahwa PNS turunan. Bagi anak petani atau pedagang mustahil menjadi PNS. Aini sudah lama i9ngin mengubah pola pikir masyarakat itu. Firjon paham betul dan mendukung untuk mewujudkannya.
“ Pernah Bapak bilang mau berhenti merokok, minta dibelikan permen. Aku dengan semangat membelikan permen sebagai penggati rokok . Eh...Rokok tetap lanjut. “
“ Yah. Harus lebih sabar. Kamu kan biasanya punya stok pil sabar dengan dosis tinggi.”
“ Ah, kayaknya stoknya mulai habis.”
“ Jangan gitu!”
“ Dia pernah bilang. Teman bapak yang ga merokok kemaren meninggal, karena sakit jantung dan paru-paru. Tubuhnya kurus lagi”
“Haha...” Firjon melepas tawanya. Dia membayangkan Bapak Aini yang jago berkelakar dan berdebat, paling betah ngobrol hingga larut malam.
“ Dia juga bilang, Rokok itu identitas laki-laki. Dan lambang pertemanan. Karena kalo ketemu teman , Bapak selalu menyodorkan rokok sebagai penghormatan”
“Yang ini, aku setuju dengan Bapak!”
“ Kau ini, jangan bilang kau juga pecandu rokok. Liat bibirmu mulai hitam.”
‘ Sekali-kali , Ain ! jika ketemu teman, jika ide lagi macet. Kan rokok lambang seorang lelaki. Kata Bapak!”
“ Jangan gitu, Jon!”
Aini terlihat tidak suka dengan yang disampaikan firjon. Wajahnya kemudian muram.
“Nggalah Ain. Bercanda aja.”
“ Sebenarnya tadi aku ingin menjemputmu. Sekalian pengen ketemu Bapak dan Ibu. Tapi kamu menolak” Sebersit rasa kecewa di wajah firjon.
“Tadi aku ke rumah teman, dekat sini aja.mengambil berkas yang harus kuselesaikan besok. Karena aku harus ngantar ibu. Ya aku harus lembur. “
“Jadi PNS sibuk juga ya?”
“ Ya, gitu ! Melayani masyarakat harus selalu siap setiap saat. Tapi aku suka dengan pekerjaan ini,”
“Iya aku tahu.Nikmati aja pekerjaamu”
Keduanya sama-sama tersenyum sambil menikmati ice cream. Sejak mereka berpisah tak ada lagi pembicaraan tentang menikah. Perpisahan jalan terbaik. Namun kata jalan terbaik hanyalah sebagai hiburan dari sebuah jalan buntu yang tak lagi ditemukan ujungnya.
Pagi yang Indah disertai kicauan burung dari sekitar rumah megah tempat tinggal Firjon dan keluarganya. Asri dari luar rumah, dan tenang terlihat suasana rumah. Bahkan kedamaian dan kebersamaan kental terasa dari keluarga yang serba punya ini.
“Apa kabar Aini? Apa dia sudah menikah?” Tanya Ayah Firjon setelah berjalan santai, dan duduk di pekarangan samping.
“Belum,Pa?”
“Kukira sebelum kau berangkat ke Australi itu, kau menikah atau setidaknya tunangan dulu dengan gadis itu. “
Firjon diam, terlihat ada selintas kesedihan di wajahnya.
“Dia gadis yang baik, santun dan cerdas. “
“Dan kamu ,Jon ! dari beberapa gadis yang kau pacari mengapa belum satupun yang bisa menggantikan Aini?”
“ Belum jodoh lah ,Pa?”
“ Tapi setiap pulang, kau bertemu Aini ,kan?”
“ Iya , Pa. Sebagai teman.Tumben papa ini interview aku?”
“Berarti kamu itu ga bisa Move ON!”
Laki-laki berkulit putih, dan dengan badan yang masih sehat itu meletakkan korannya.
Dia menatap anak yang menjadi kebanggaanya .
“Apa Aini menolak menikah dan ikut bersamamu?”
“Dia susah payah untuk menjadi PNS, waktu itu dia prajabatan. Jadi aku tak mau memaksanya. Kasihan dia.”
“ Lalu kau menyerah begitu saja?”
“Masud papa?”
“Kau kan cerdas! Sekolah selalu juara. Ke Jepang beasiswa.. Hingga kerja di Australi mudah kau dapatkan! Masa gitu aja ga bisa!”
Firjon, memandang ayahnya. Diskusi dengan ayahnya selalu menarik. Namun apa yang baru didengarnya lebih menarik lagi. Selama ini ayahnya tidakpernah ikut campur tentang urusan
asmara.
“Harus ada yang mengalah!” Kata Laki laki jangkung yang wajahnya masih terlihat bersih di usia tuanya. Kemudian Orang tua itu menndekati Firjon, menepuk bahu sebelah kanan
.“Tubuhmu sudah berkelana di dunia ini. Tapi hatimu. Ingat hatimu kemana dia bermuara?. Di situlah ketenangan dan kedamaian bakal kau dapat! Mengalahlah! Sebelum semua terlambat! “ Dan Orang tua itu meninggalkan Firjon dalam keheningan.
********
“ Kok sudah kembali ,Jon ?”
“Ada yang ketinggalan.”
“Kamu ini tetap sembrono. Memangnya antara Surabaya-bandung? Kau ini Australi –Surabaya”
“ Karena penting! Jarak ga jadi masalah!”
“Ain....”
“Ya?”
“Apa sudah ada orang yang memiliki hatimu?”
Aini mengambil es jeruk dan meneguknya.
“Belum..”
Firjon merasa lega. Dulu ketika mereka memutuskan berpisah. Firjon mempersilahkan Aini untuk membuka hati untuk pria lain yang penting baik. Demikian juga firjon akan selalu membuka hatinya untuk wanita. Walau Firjon telah mencoba untuk melakukannya. Namun semua sia-sia.
“Ain, rasanya hidupku tidak sempurna meski aku sudah memiliki yang kuinginkan. Tanpa kau disisiku”
Aini tersedak! Mendengar kata-kata firjon yang menurutnya aneh. Es jeruknya tumpah kebagian bajunya. Buru-buru Firjon mengambil tisu dan membantu membersihkan air jeruk di baju Aini.
“Apa maksudmu? Aku tak bisa Jon. Kau kan tahu......”
“Aku yang mengalah!”
“Maksudmu?”
“Kau tak perlu berhenti jadi PNS, aku yang akan meninggalkan pekerjaan di sana. Di sinipun aku bisa mengembangkan ide. Di sini aku yakin aku juga bisa mendapatkan pekerjaan yang terbaik.”
“Jon??”
“Menikahlah denganku.Hidupku akan Sempurna bersamamu. Aku akan damai, Ain... Kumohon “ Kata-kata firjon bergetar. Jantung Ainipun ikut berdebar. Lamaran kedua Firjon tidak bisa ditolaknya.